Jumat, 05 Juli 2019

Qadha dan Qadar: Terjemah Kitab Aqidatuna Karya Dr. Muhammad Robi' Jauhari

عقيدتنا
تأليف :
دكتور محمد ربيع جوهري
(استاذ العقيدة والفلسفة بكلية اصول الدين)
جامعة الأزهر- القاهرة
الجزء الثاني
الطبعة الخامسة / ٨٩٩١ م

المترجم : حنيف أمان الله / A71215063
فصل :  E
صفحة : ١٨٧-١٩١

Sekiranya kita cermati ayat tersebut dengan baik, kita akan mendapati (pada) ayat tersebut menunjukkan tetapnya penglihatan, tidak atas kemustahilan (keputusannya) dan pencegahannya. Lalu (ketika) Musa (A.S) memohon kepada (Allah) untuk menunjukkan kebolehan-Nya : “bagaimana jika salah seorang Nabi meminta suatu hal yang tidak mungkin (mustahil) ? Allah tidak mengingkari atas permintaannya (Musa), andaikan itu mustahil maka Allah berfirman : Sungguh tidak akan Aku (Allah) perlihatkan, atau engkau (Musa) tidak akan sanggup melihat-Ku, bukanlah kamu dengan yang dilihat. Dan Firman Allah (Kamu tidak akan –sanggup- melihat-Ku) ini menunjukkan bahwa Dia (Allah) sebenarnya terlihat (nampak), namun Musa (A.S) tidak mungkin dapat berdiri dengan kekuatannya untuk Ia melihat-Nya di dunia, karena lemahnya kekuatan (penglihatan) manusia. Sekalipun gunung meskipun keras/kuat dan padat tidak kuat (hancur) ketika Allah menampakkan (keagungan-Nya) kepadanya. Lalu, bagaimana dengan manusia yang diciptakan lemah ?
3. Kalian semua dapat mengambil dalil Firman (Allah) Ta’ala :
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)}.[1]
Artinya : Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia (Allah) dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah (Allah) Yang Maha Halus, Maha Teliti. (al-An’am : 103)
Mereka (para ulama) berpendapat : makna kata (الإِدْرَاكُ )[2] adalah :(الرُّؤْيَةُ) yang artinya ‘penglihatan’. Dan (maksud firman Allah di atas adalah bahwa) Allah telah menutup penglihatan dari-Nya, maka Dia (Allah) tidak terlihat. (Dengan kata lain, Allah tidak bisa dicapai oleh penglihatan biasa)
Tanggapan (ulama) Ahlus Sunnah :
Bahwasanya (maksud) kata (الإِدْرَاكُ ) bukanlah (الرُّؤْيَةُ) ‘penglihatan’(pada umumnya) karena makna (الإِدْرَاكُ) yang dimaksud adalah (melihat) mengetahui segala sesuatu. Dan Dia (Allah) mampu melihat lebih jauh. Sebagaimana kita (saat) melihat matahari contohnya, namun (penglihatan kita) tidak dapat menjangkaunya, artinya kita tidak tahu (seperti apa bentuk) matahari berdasarkan  penglihatan kita. Dengan demikian, Allah Swt. terlihat namun tidak dapat dijangkau (oleh penglihatan manusia). Sebagaimana mengenali (mengetahui) Allah Swt. dapat dipelajari namun tidak ada yang mengetahui tentang ilmu-Nya,  hanya milik Allah kesempurnaan keagungan-Nya.
Perhatikan Firman Allah Swt :
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ (61) قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ (62)[3]
Artinya : Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul”. Dia (Musa) menjawab,”Sekali-kali tidak akan (tersusul): sesungguhnya Tuhanku bersamaku,Dia akan memberi petunjuk kepadaku”. (Asy-Sya’ara/61-62)
Musa tidak bisa melihatnya. Karena (penglihatannya) tidak dapat menjangkau. Menafikan sesuatu secara khusus bukan berarti menafikan keseluruhannya.
Bahwasanyaال  pada kata الأبصار  menandai untuk umum, mendahulukan nafi’ secara umum berfungsi menegasikan keseluruhannya. Artinya (Allah ) tidak dapat dijangkau oleh semua penglihatan. Akan tetapi, yang dapat melihat-Nya hanya sebagian saja (orang-orang tertentu). Hanya orang-orang Mukmin yang dapat melihat Allah Swt bukan orang-orang Kafir.

BAB 12 PERCAYA QADHA DAN QADAR
Qadha di dalam Al-Qur’anul Karim :
Kata (Qadha) disebutkan dalam al-Qur’an pada 63 tempat yang meliputi beberapa makna, antara lain :
1.      Menjelaskan makna al-Iradah ‘kehendak’. Allah berfirman : Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya,”Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu (Ali Imran:47) yakni tatkala Allah menghendaki suatu perkara.
2.      Menjelaskan makna al-Hukmu ‘keputusan / hukum’.[4] Allah berfirman : Dan Allah memutuskan dengan kebenaran (Ghafir : 20) yakni (Allah) telah memutuskan. Allah berfirman : Maka apabila rasul mereka telah datang, diberlakukanlah hukum bagi mereka dengan adil (Yunus : 43) yakni: hukum.
3.      Menjelaskan makna al-Khalqu ‘menciptakan’.[5] Allah berfirman : Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa (Fushilat : 12) artinya : Allah yang menciptakan (tujuh langit)
4.      Menjelaskan makna al-Ada’u ‘penyelesaian / pelaksanaan’.[6] Allah berfirman : apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu) (an-Nisa : 103) Dan firman Allah : Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji (al-Baqarah : 200) , artinya : kamu telah menyelesaikan.
5.      Menjelaskan makna al-Ikhbar ‘penyampaian’.[7] Allah berfirman : Dan engkau (Muhammad) tidak berada di sebelah barat (lembah suci Tuwa) ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa (al-Qashash: 44)  artinya : (kami) menyampaikan (kepada Musa).
6.      Menjelaskan makna al-Itmam dan al-Ikmal ‘sempurna / selesai’.[8] Allah berfirman : Maka ketika Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan itu (al-Qashash : 29) yakni Musa telah menyelesaikannya, Allah berfirman: Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan (al-Anfal : 42)  yakni : atas kehendak Allah suatu urusan akan selesai.
7.      Menjelaskan makna al-Maut dan al-Qatl ‘kematian / membunuh’.[9] Allah berfirman : lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu (al-Qashash:15) Allah berfirman : Dan mereka berseru,”Wahai (Malaikat) Malik!Biarkan Tuhanmu mematikan kami saja’. (az-Zukhruf : 77)
8.      Menjelaskan makna at-Taqdir dan at-Tajdid ‘keputusan / ketetapan’. Allah berfirman : Dan agar Kami menjadikannya suatu tanda (kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan (Maryam : 21) Allah berfirman : Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka), Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan (Maryam : 71) Firman-Nya: Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu) (al-An’an : 2)
Kata Al-Qadar didalam Al-Qur’an Al-Karim :
Kata (al-Qadr) telah disebut dalam Al-Qur’an pada 131 tempat yang meliputi beberapa makna, antara lain :
1.      Menyatakan makna al-‘Udzmah wa asy-Syaraf .[10] Allah swt. berfirman : Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam qadar (al-Qadar/1). Dan Firman Allah Swt : Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya (al-An’am/91) , yakni bermakna : memuliakan, mengagungkan.
2.      Menyatakan makna at-Tadhyiq[11] (kesukaran, kesulitan). Allah Swt. berfirman : Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa kami tidak akan menyulitkannya (al-Anbiya’/87) yakni, kami tidak akan menyulitkannya. Dan Allah berfirman : Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki) (Ar-Ra’du/26) dan Firman Allah : Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya (Al-Fajr/16) artinya : sempit.
3.      Menyatakan makna al-‘Alama.[12] Allah Swt. berfirman : kecuali istrinya, kami telah menentukan, bahwa dia termasuk orang yang tertinggal (bersama orang kafir lainnya) (Al-hijr/60) artinya : kami telah mengecap / memutuskannya.
4.      Menyatakan makna al-Qudrah.[13] Allah Swt. berfirman : lalu Kami tentukan (bentuknya), maka (Kamilah) sebaik-baik yang menentukan (al-Mursalat/23), dan firman Allah Swt : Apakah dia (manusia) itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya? (al-Balad/5).
5.      Menyatakan makna al-Miqdaar.[14] Allah Swt. berfirman : Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu (ath-Thalaq/3), dan firman-Nya : Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (al-Qamar/49), dan firman-Nya : Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu (al-Hijr/21).
6.      Menyatakan makna al-Qadha dan al-Kitabah[15] di Lauhil Mahfudz. Allah Swt berfirman : Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku (al-Ahzab/38), firman Allah Swt : maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan (al-Qamar/12), firman-Nya : Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu (al-Waqi’ah/60),  dan firman-Nya : kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan (Tha-Ha/40).
Definisi Qadha dan Qadar
Qadha : Ketetapan Allah Swt terhadap sesuatu didalam alam Azali sebagaimana ilmu-Nya, dan Allah mencatatnya di Lauhil mahfudz.
Qadar : Kekuasaan Allah terhadap sesuatu  yang berlaku dengan apa yang Allah ajarkan, kekal dan kehendaknya.
Qadha ada pada alam kekal, dan Qadar merupakan sesuatu yang tetap : karena Qadha ada pada semua makhluk ciptaan di lauhul mahfudz, sedangkan Qadar ada dalam waktu-waktu tertentu kebenarannya dapat dideskripsikan, diperhitungkan, dan dikondisikan.
Percaya Qadha dan Qadar meliputi perkara berikut :
1.      Percaya dengan Ilmu Allah Swt terhadap sesuatu yang akan ada sebelum ada.
2.      Percaya dengan kehendak-Nya secara umum, dan ketetapan-Nya yang sempurna pada setiap ciptaan.
3.      Percaya dengan catatan-Nya terhadap segala sesuatu di lauhul mahfudz.
4.      Percaya dengan kekuasaan-Nya pada setiap makhluk berdasarkan ilmu-Nya, ketetapan-Nya, dan catatan-Nya.




[1]Lihat : Mujiruddin al-‘Ulaimi dalam kitabnya Fathur Rahman Fii Tafsiril Qur’an. Hal. 141 : {لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ} : لا تحيطُ به yang artinya ‘Dia (Allah) tidak dapat diketahui’ oleh penglihatan. {وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ}: لا يفوتُه منها شيء ‘Dia (Allah) tidak luput dari segala penglihatan’,  فيبصرُ ما لا يبصرُ خلقُه ‘maka Allah mampu melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat ciptaan-Nya’, وخلقُهُ لا يُبصرون ما يُبصرُ ‘sedangkan ciptaan Allah tidak mampu melihat apa yang dilihat-Nya.
قوله: لا تدركه الأبصار
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدِ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ ثنا يَحْيَى بْنُ آدَمَ ثنا أَبُو بكر ابن عَيَّاشٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:
مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا أَبْصَرَ رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ، قَالَ اللَّهُ: لَا تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ، وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ
Riwayat tersebut menerangkan: Barang siapa yang mengira bahwa Muhammad Saw. dapat melihat Tuhannya, sungguh ia telah berdusta. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia (Allah) dapat melihat segala penglihatan itu. Lihat : Ibnu Abi Hatim: Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim Li Ibni Abi Hatim, hal. 1363.
[2] Makna kata (الإدراك) : pencapaian / hal memperoleh / atau bisa bermakna (الفهم) : faham / hal mengerti. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 399.
[3] Lihat : Mujiruddin al-‘Ulaimi : Fathur Rahman Fii Tafsiril Qur’an.  Hal. 370 :  {قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ}  سيدركنا قوم فرعون، ولا طاقة لنا بهم  terjemahannya adalah Kita akan segera dijangkau (tersusul) kaum (tentara) nya Fir’aun, dan kami tidak sanggup menghadapinya.
{قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ (62)} {قَالَ} موسى ثقةً بوعد الله إياه: {كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ} طريق النجاة
Musa (menjawab) penuh keyakinan dengan janji Allah semata : “Sama sekali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku” yakni jalan keselamatan (pertolongan Allah Swt). Lihat juga : Ibnu Abi Hatim: Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim Li Ibni Abi Hatim, hal. 2769.
قوله: فَلَمَّا تَرَاءَا الْجَمْعَانِ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَبَّاسِ، ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلَمَةَ، ثنا سَلَمَةُ قَالَ فَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ اللَّيْثِيِّ قَالَ: لَقَدْ ذُكِرَ لِي أَنَّهُ خَرَجَ فِرْعَوْنُ فِي طَلَبِ مُوسَى عَلَى سَبْعِينَ أَلْفَ مِنْ دُهْمِ الْخَيْلِ سِوَى مَا فِي جُنْدِهِ مِنْ شِيَةِ الْخَيْلِ، وَخَرَجَ مُوسَى بِبَنِي إِسْرَائِيلَ حَتَّى إِذَا قَابَلَهُ الْبَحْرُ وَلَمْ يَكُنْ عَنْهُ مُنْصَرَفٌ، طَلَعَ فِرْعَوْنُ فِي جُنُودِهِ مِنْ خَلْفِهِمْ فَلَمَّا تَرَاءَا الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
Riwayat tersebut menerangkan bahwa Fir’aum mengejar nabi Musa bersama tujuh puluh ribu pasukan berkuda yang merupakan sebagian dari bala tentaranya, nabi Musa melarikan diri dengan Bani Israil pada akhirnya berhadapan dengan lautan yang tidak mungkin dilewati. Bala tentara Fir’aun mulai nampak dari belakang kaum nabi Musa. Ketika kedua kaum itu saling melihat, para sahabat nabi Musa berkata, “kita akan segera tersusul.”
قَوْلُهُ تعالى: قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، ثنا عَمْرُو بْنُ حَمَّادِ بْنِ طَلْحَةَ، ثنا أَسْبَاطٌ، عَنِ السُّدِّيِّ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ قَالُوا يَا مُوسَى أُوذِينَا مِنْ قَبْلِ أَنْ تأتينا قال: كانوا يذبحون أبنائنا ويستحيون نسائنا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا الْيَوْمَ يُدْرِكُنَا فِرْعَوْنُ فَيَقْتُلُنَا إِنَّا لَمُدْرَكُونَ، الْبَحْرُ مِنْ بَيْنِ أَيْدِينَا، وَفِرْعَوْنُ مِنْ خَلْفِنَا قَالَ مُوسَى كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
Penjelasan : Para sahabat Musa berkata, “kita akan segera tersusul” mereka berkata, “Wahai Musa kami sebelum itu telah ditindas dan sekarang lagi. Dulu mereka pernah menyembelih bapak-bapak kami dan membiarkan hidup wanita-wanita kami selanjutnya hari ini Fir’aun akan menjangkau dan membunuh kami, sungguh kami akan tersusul, lautan ada di depan mata, sedangkan Fir’aun ada dibelakang kami.” Nabi Musa menjawab,”Tidak sama sekali, sungguh Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.

[4] حُكْماً و حُكُوْمَةً - حَكَمَ : الحكم menetapkan / memutuskan,  القَضاَء : (ج أحْكاَم) الحُكمُ putusan. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 286.
[5] الخَلْقُ: خَلَقَ خَلْقاً وَ خَلْقَةً  menjadikan / membuat / menciptakan.  الإيْجَادُ : الخَلْقُ pembuatan / penciptaan. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 364.
[6]  أَدْياً - أدَى : الأداَءُmenunaikan / memenuhi. الأداَءُ : القَضَاءُ والإيْصَالُ penyampaian / pemenuhan. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 14.
[7] الإخباَر: خَبَرَ وَ خِبراً  خُبراًخَبَّرَ وَ أَخْبَرَ/   memberitahukan / menceritakan. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 318.
[8] تَمَّ يَتِمُّ تَمّاً و تِمّاً وَتُمًّا و تَمَاماً وَتِماَماً و تُماَماً و تَماَمَةً وتِماَمَةً : الإتمام menjadi lengkap / penuh / utuh / selesai / terpenuhi / sempurna. Lihat Luis Ma’luf: al-Munjid, hal.64.
[9] حَلَّ بِهِ المَوتُ وفارَقَتْ الرُّوح جَسَدَهُ : ماَتَ يَمُوْتُ مَوتاً : المَوْتُ  dalam keadaan mati / berpisahnya ruh dengan badan/   : المَوْتُkematian. Lihat: Luis Ma’luf: al-Munjid, hal.778 . القَتْلُ: قَتَلَ -قَتلاً و تَقتاَلاً هُ   فَهوَ قَاتِلٌ ,أَماَتَهُ :  membunuh. Lihat: Lihat Luis Ma’luf: al-Munjid, hal. 608.
[10] صار ذا شَرَفٍ : شَرَافَةً شَرَفًا - شَرُفَ : الشرف : عَظَمَ : العُظم ‘mulia’/ الشّرف : العلوّ والجد
‘keluhuran / keagungan’. Lihat Luis Ma’luf: al Munjid, hal.
[11] Kataالتَّضْيِيْقُ   mashdar الضَّيِّقُ :  ضدّ الاِتِّساعِ kesempitan / الهَمُّ kesusahan / الشِّدَّةُ  kesukaran / العُسرُ kesulitan. Lihat: A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 834.
 ضِدّ اتّسع : ضِيْقًا وَضَيْقًا - ضاَقَ : تَضْيِق ‘sempit’ / ضَيَّقَ تَضْيِيْقًا هُ : ضِدّ وسَّعه ‘mempersempit’/ الضّيق  : الشدَّة ‘kesusahan’. Lihat Luis Ma’luf: al-Munjid, hal. 457.
[12] Makna kata عَلْماً-عَلَمَ: mengecap / memberi tanda / mengerti / mengetahui / menentukan / memutuskan. Lihat: al-Munawwir, hal. 965. Lihat Luis Ma’luf: Al-Munjid, hal. 526 :   وَسَمه : عَلماًهُ-عَلَمَ  ‘mengecap / memberi tanda’
[13] Makna kata القُدرَةُ والمَقدُرَةُ : kemampuan / kekuasaan / kekuatan. Lihat : A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal. 1095. : القُدرَة : وقُدْرَةً- قَدْرًا- يَقْدِرُ- قَدَرَ kekuasaan. Lihat Luis Ma’luf: al-Munjid, hal. 611.
[14]Makna kata المَبلَغُ-المِقدَار: jumlah / القِياَس ukuran Lihat : A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal.1096.  جَعَله على مِقدَاره :    قَدْرًا الشيءَ بالشيء – قَدَرَ ‘menjumlah / mengukur’, المِقدَار : مَبْلَغَ الشيء : jumlah. Lihat Luis Ma’luf: al-Munjid, hal. 612

[15]Makna kata القَضاَء و القَضَى : الحُكمُ pelaksanaan / putusan keadilan. الكِتاَبَة : الخَطُّ: tulisan. Lihat : A.W. Munawwir: al-Munawwir, hal.1130.