عقيدتنا
تأليف :
دكتور محمد ربيع محمد
جوهري
(أستاذ
العقيدة و الفلسفة بكلية اصول الدين)
جامعة الأزهر – القاهرة
الجزء الثاني
الطبعة
الخامسة /١٤١٩ ه - ١٩٩٨ م))
المترجمة : ديوي حسنة A71215054 /
صفحة : 175 إلى 177
(2) Dan
itu semua menunjukkan bahwa sesungguhnya amal perbuatan diri seseorang itulah yang
akan ditimbang:
(أ) Dari Abi Hurairah dari Nabi Muhammad SAW bersabda:
((bahwa sesungguhnya pada hari kiamat akan datang seorang laki-laki yang besar dan gemuk,
tetapi ketika ditimbang disisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk)). Lalu Nabi
Muhammad SAW bersabda: (bacalah) jika kamu menghendaki: (maka kami
tidak akan mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat).
(ب) Dari Abdullah Ibnu Mas’ud sesungguhnya ia adalah sahabat yang
betisnya kecil, tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak,
tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan angin itu membuat pakaiannya tersingkap,
sehingga terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil, maka para sahabat
yang melihatnya tertawa, maka Rasulullah SAW bertanya: “Apa yang sedang kalian
tertawakan”? Para sahabat menjawab: wahai Rasulullah, kedua betisnya kecil.
Maka Nabi Muhammad SAW bersabda: “Demi dzat yang jiwaku berada ditangan Nya,
sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat daripada gunung uhud”
(Diriwayatkanoleh Ahmad).
(3) Termasuk
yang menunjukkan adanya sesungguhnya catatan-catatan amal itu di
timbang dengan cerita kartu:
Hal itu sesuai yang
telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya
Allah akan membebaskan seorang laki-laki dari umatku dihadapan seluruh manusia pada hari kiamat,
maka dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan miliknya.
Setiap gulungan catatan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah SWT
berfirman: Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para
(Malaikat) pencatat amal telah mendzalimimu? Dia menjawab: “tidak wahai Rabbku”.
Allah bertanya: apakah engkau memiliki udzur (alasan), atau kebaikan? Dia menjawab:
“tidak wahai Rabbku”. Allah berfirman: benar,
sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan disisiku,
hari ini satu kebaikan tersebut engkau tidak akan dianiaya sedikitpun.
Maka kemudian dikeluarkanlah sebuahkartu (بطاقة) yang didalamnya terdapat kalimat: Aku bersaksi bahwa tidak adaTuhan
yang patut disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
adalah hamba dan Rasul Nya. Lalu Allah SWT berfirman: Hadirkan timbanganmu.
Dia berkata: “wahai Rabbku. Apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan
(dosa) ini”? Maka Allah berfirman: Sungguh kamu tidak akan dianiaya.
Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut didalam timbangan,
dan kartu pada timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan tersebut dan kartu lebih berat.
Dan tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang terdapat nama Allah SWT)).
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).[1]
Kesembilan – Jembatan:
Setelah selesai penimbangan amal dan perhitungan,
maka masing-masing orang mengetahui dari hasil amal perbuatannya,
makhluk-makhluk itu semua sudah mulai mengambil jalannya menuju kenikmatan atau kebahagiaan atau menuju kejelekan,
mereka lewat diatasصراط المستقيم(jalan)
yang menghubungkan atau menuju akhir perjalanan mereka.
Maknaالصراطadalah jembatan memanjang diatas neraka jahannam yang
mengantarkan seluruh makhluk selain kelompok orang-orang kafir,
dia tergesa-gesa untuk bertemu neraka sebagai tempat pemberhentian.[2]
Dan
dia ingin menjembatani agama, seperti firman Allah SWT: (ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ) “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS.
Al-Fatihah: 6).
Allah SWT berfirman:
(وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini)
adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya” (QS.
Al-An’am: 153).[3]
Dan kita membacakanالصراطdalam artian yang pertama.
Para
ahli tafsir itu berbeda dalam maksud yang sudah disampaikan diatas didalam firman Allah:
(وَإِن مِّنكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا)“Dan
tidak ada seorang pun dari padamu melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal
itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan” (QS. Maryam: 71)[4].
Dan yang paling jelas, bahwa lintasan itu diatas jembatan صراط
المستقيم.
Dan
didalam Hadits Shahih, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: ((Demi diriku yang
berada di kekuasaannya, dan tidak akan masuk neraka seorang yang ikut serta berbai’at dibawah pohon)).[5] Hafsah berkata:
Aku berkata wahai Rasulullah, bukankah Allah SWT berfirman: (Dan
tidak ada seorang pun dari padamu melainkan mendatangi neraka itu). MakaNabi Muhammad
SAW bersabda: ((Bukankah engkau telah mendengar firman Allah:
(ثُمَّ نُنَجِّى ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّنَذَرُ ٱلظَّٰلِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا)
"Kemudian kami
akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang
dzalim didalam neraka dalam keadaan berlutut" (QS. Maryam: 72).
Nabi Muhammad
SAW memberi isyarat bahwa sesungguhnya sampai ke neraka itu tidak harus memasukinya,
bahwa sesungguhnya selamat dari keburukan itu tidak harus berhasil tetapi harus berkaitan dengan sebabnya,
barang siapa yang
dicari oleh musuhya untuk dihabisinya atau dihancurkannya dan tidak memungkinkannya.
Maka Allah SWT berkata: Allah akan menyelamatkan mereka.
Dan
sesungguhnya disebutkan sifat الصراط yang diriwayatkan oleh Muslim didalam hadits yang panjang: Nabi
Muhammad SAW bersabda: ((kemudian dipasang disitu jembatan diatas neraka jahannam,
dan diperbolehkan untuk memberi pertolongan, mereka berkata: “Ya Allah
selamatkanlah selamatkanlah. Dan dikatakan: Wahai Rasulullah,
bagaimana bentuk jembatan itu? Rasulullah menjawab: licin (lagi) menggelincirkan,
didalamnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri, ujungnya yang bengkok,
ia bagaikan pohon berduri di Najd yang dikenal dengan sebutan pohon sa’dan. Maka orang
beriman yang melewati (berada) diatasnya (shiroth) ada yang secepat kedipan mata,
ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung, ada yang
secepat kuda yang amat kencang berlari dan ada yang secepat pengendara: maka
orang-orang muslim ada yang selamat, dan telah tertatih-tatih, dan ada pula yang
dilemparkan kedalam neraka jahannam.[6]
Dan
didalam riwayat dijelaskan: ((dan dipasanglah As-Shiroth diantara kedua punggung neraka jahannam,
maka aku dan ummatku yang pertama kali melintasinya, tidak ada seorang pun yang
bicara ketika itu kecuali para Rasul. Dan do’a-do’a para Rasul ketika itu adalah: “Ya
Allah, selamatkanlah..selamatkanlah”. Dan
didalam neraka jahannam terdapat pencangkok-pencangkok pohon sa’dan. Pernahkah kalian
melihatnya? Para sahabat menjawab: “iya wahai Rasulullah”. Nabi berkata:
“Maka sesungguhnya ia seperti duri pohon sa’dan, tiada yang
mengetahui ukuran besarnya kecuali Allah.
Maka ia menyambar manusia sesuai dengan amalan mereka.[7] Diantara mereka ada
yang tertinggal dengan sebab amalannya, dan diantara mereka ada yang
dibalasi sampai ia selamat”)).
Dan
diriwayatkan juga dari Abu Sa’id R.A berkata:
((“sampai kepadaku kabar bahwa shirath itu lebih halus dari rambut,
dan lebih tajam dari pedang”)).
Dan orang-orang
mu’min yang berada diatas As-Shiroth, cahaya amalnya bersinar diantara kiri kanan tangannya mereka,
mereka tidak takut, dan mereka tidak gemetar.[8]
Allah SWT berfirman:
(يَوْمَ تَرَى
ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَبِأَيْمَٰنِهِم بُشْرَىٰكُمُ ٱلْيَوْمَ جَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ
خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ)
"(yaitu) pada hari ketika kamu
melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): "Pada hari
ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang
besar" (QS. Al-Hadid: 12).
[1]Kebangkitan menurut amal kita:
Diriwayatkan dari ‘Abdullah Umar ra: Aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, “Apabila Allah hendak memberi azab pada suatu kaum, azab itu menimpa siapa saja yang ada bersama mereka, kemudian mereka dibangkitkan menurut amal perbuatan mereka (Al-Hafidzh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Bandung: Mizan Media Utama (MMU), 2002, hlm: 1135).
[2]Para Ulama Ahli tafsir baik dari kalangan sahabat maupun yang hidup sesudahnya telah banyak memberikan penjelasan tentang makna Shiratal mustaqim. Imam Abu Ja’far bin Juraih Rahimakumullah berkata, “para ahli tafsir telah sepakat seluruhnya bahwa Shiratal mustaqim adalah jalan yang jelas yang tidak ada penyimpangan didalamnya” (Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubabut Tafsiir Min Ibnu Katsiir, Mu-assasah Daar al-Hilaal Kairo, 2001, Jilid-1 hlm: 33).
[3]Hal ini dipertegas oleh penafsiran Nabi Muhammad SAW tentang ayat diatas. Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud R.A, beliau menceritakan:
خَطَّ لَنَا رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطّاً فَقَالَ: هَذَا سَبِيْل الله. ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِيْنِ ذَلِكَ اْلخَطّ وَعَنْ شِمَاله خُطُوْطًا فَقَالَ: هَذِهِ سُبُلَ, عَلَى كُلِّ سبيل مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُوْا إِلَيْهَا. ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ اْلاۤية:(وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
‘Suatu ketika Rasulallah SAW pernah membuat suatu garis lurus, kemudian beliau bersabda: “Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat garis –garis yang banyak disamping kiri dan kanan garis yang lurus tersebut. Setelah itu beliau bersabda: “Ini adalah jalan-jalan (menyimpang). Disetiap jalan tersebut ada syaitan yang menyeru kepada jalan (yang menyimpang) tersebut.” (H.R Ahmad 4142).(Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ibn Yazid Ibn Ghalid At-Thabari Al-Muly, Jaami’ul Bayaanfii Ta’wil Al-Qur’an, Beirut: Daar Al-Fikr, 1995, cet. Ke-1. Lihat: //https://almanhaj.or.id/2997-hanya-satu-menuju-jalan-Allah-Azza-Wajalla.html). Di akses pada tanggal 17 Mei 2018.
[4]Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata tentang ayat diatas, “Dan tidak seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu”, kaum muslimin mendatangi, artinya melintasi jembatan dihadapannya. Sedangkan wurudnya (datangnya) orang-orang musyrik adalah untuk memasukinya (Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003 M, cet. Ke-1, juz 5, hlm: 355).
[5]Bai’at atas jihad, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang-orang mukmin dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang dijalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji Allah yang benar didalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah: 111). Allah SWT membeli dari orang mu’min jiwa dan harta mereka dengan tawaran surga. Allah SWT juga telah menjanjikan didalam kitab-Nya terhadap siapa saja yang memenuhi tawaran tersebut. Yaitu berperang dijalan Allah, baik mereka yang membunuh atau mereka yang terbunuh. Bentuk bai’at ini akan selalu terikat pada setiap pundak kaum muslimin. Yaitu berjihad dijalan Allah yang terus berlangsung dan tidak akan ada hentinya. Karena, salah satu karakter jihad adalah ia akan terus berlangsung sampai hari kiamat kelak. Kemudian diceritakan dalam peristiwa Hudaibiyah Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka, maka barangsiapa yang mengingkari bai’atnya niscaya akibat pelanggarannya akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa yang menepati bai’atnya, maka Allah akan memberikan pahala yang besar" (QS. Al-Fath: 10). Dari Zaid bin Abi Ubaid berkata: “saya bertanya kepada Salamah bin Akwa’ atas perihal apa kalian berbai’at kepada Rasulullah SAW di Hudaibiyah? Ia berkata: “atas kematian” (H.R. Bukhari-Muslim). Didalam riwayat Bukhari disebutkan berbai’at “atas kesabaran”. Sementara dalam riwayat Muslim, dari Jabir ia berkata: “Kami tidak berbai’at kepada Nabi Muhammad SAW untuk mati, akan tetapi kami berbai’at untuk tidak lari dari medan pertempuran”. Diriwayatkan bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah SAW mengutus Utsman bin Affan ke Mekkah, yaitu untuk berunding dengan orang musyrik serta mengabarkan kepada mereka bahwa Rasulullah SAW datangu ntuk melaksanakan umrah, bukan untuk perang. Namun kaum Qurays malah menahan Utsman di Mekkah. Kemudian tersiarlah kabar bahwa Utsman dibunuh. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda: “Kami tidak akan meninggalkan tempat ini, sebelum kami memerangi kaum Qurays. Kemudian beliau mengajak para sahabat untuk berbai’at. Bai’at itu dinamakan dengan Bai’at Ridhwan yang dilaksanakan dibawah pohon”. (H. Salim Bahreisy, H. Sa’id Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: PT. BinaIlmu, 1998, Jilid ke-4, hlm: 144-145).
[6] -يُضْرَبُ اْلجِسْرُ / Yudlrabu Al-Jisru =jembatan itu dipasang
-تَحِلُّ الشَّفَاعَةُ / TahilluAsy-Syafaa’atu = malaikat juga memberi syafa’at para Nabi dan para mu’min yang teladan
- دَحْضٌ مَزَلَّةٌ / DahdunMazallatun =tempat di mana kaki itu terpeleset
-اْلكَلَالِيْبُ جمع كَلُوْبٌ / Al-Kalaaliibujama’Kaluubun, yaitu besi yang ujungnya itu melengkung, lengkungan yang tajam itu untuk menggantungkan daging, dan kemudian di taruh di atas tungku perapian, dan tulang berduri yang keras
- وَأَجَاوِدُ اْلخَيْلِ / wa Ajaawidu Al-Khaili = idhafah dari sifat ke maushuf
-أَجَاوِدُ جمع أَجْوَادُ, وَهُوَ جمع جَوَادُ / Ajaawidujama’ Ajwaadu, dan jama ’jawaadu, yaitu kuda yang binal (terbaik) yang larinya cepat
- الرُّكَّابِ / Al-Arrukkaabi = unta yang ditunggangi
- Maka orang Muslim yang selamat di bagi atas tiga bagian: bagian pertama mereka yang akan sampai kepada-Nya tanpa rintangan apapun, bagian kedua mereka yang tercabik-cabik kemudian bebas dan selamat darinya, bagian ketiga mereka mencapai ujung jembatan yang di dorong dari belakang, kemudian ia terjatuh kedalam neraka jahannam.
-Luis. Ma’luf. Al-Munjid fi al-lughah. Cetakan ke-30. 1988. Beirut: Dar al Masyriq hlm 153 ( خَدَشَ , مَزَّقَهُKhadasya, Mazzaqahu adalah mencabik-cabik )
[7]Luis. Ma’luf. Al-Munjid fi al-lughah. Cetakan ke-30. 1988. Beirut: Dar al Masyriq hlm 134 (خَطَفَ / Khathafa adalah menyambar sesuatu)
[8]Ibnu Mas’ud berkata mengenai firman Allah “sedang cahaya bersinar dihadapan mereka”, sesuai dengan amal perbuatan mereka, mereka akan berjalan melintasi jembatan. Di antara mereka ada yang cahayanya seperti gunung. Ada pula yang cahayanya seperti orang yang berdiri tegak. Dan yang paling gelap cahayanya adalah orang-orang yang cahayanya terdapat pada ibu jari mereka, terkadang bercahaya dan terkadang padam. (Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003 M, cet. Ke-1, juz 5, hal: 355).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar