Jumat, 30 Agustus 2019

Nahwu II : Istitsna Bi Illa


المستثنى ب "الا" :

تعريف الاستثناء  ...........................................................1
اقسام المستثنى (متصل , منقطع) وفائدتهما ....................................2
حكم المستثنى ب"الا" المتصل وحكم المستثنى ب"الا" المنقطع فى الاعراب  ........3








1.      تعريف الاستثناء
Istitsnaa’ menurut istilah ialah :
اِخْرَاجُ مَا بَعْدَ اِلَّا أَوْ اِحْدَى أَخَوَاتِهَا مِنْ اَدَوَاتِ اْلاِسْتِثْنَاءِ مِنْ حُكْمِ مَا قَبْلَهُ
“Mengeluarkan lafadh setelah اِلَّا  atau salah satu kawan-kawannya , yakni lafadh-lafadh yang digunakan untuk ististnaa’ , dari ketetapan hukum hukum sebelumnya”.
Seperti contoh :      جَاءَ التَّلاَمِيْذُ اِلاَّ عَلِيًّا    “Telah datang murid-murid itu,kecuali Ali”. Pada contoh tersebut Ali di keluarkan dari hukum “Datang” yang ditetapkan untuk “Murid-murid”. Lafadh عَلِيًّا   disebut al-Mustastnaa’ (Lafadh yang dikeluarkan /dikecualikan). Lafadh التَّلاَمِيْذُ  disebut al-Mustastnaa’ minhu (Lafadh yang dikecualikan darinya). Lafadh اِلاَّ  disebut Adaah al-Ististnaa’ (Perangkat Ististnaa’). Perangkat Ististnaa’  (أَدوَاتُ الاِسْتِثْنَاء)itu ada delapan , yaitu :                         اِلاَّ,غَيْرُ,سِوًى,سُوًى,سَوَاءَ,خَلاَ,عَدَا,حَاشَا,لَيْسَ و لاَيَكُوْنُ
2.        اقسام المستثنى
Istitsnaa’ itu terbagi menjadi dua macam,yaitu : 1) Istitsnaa’ Muttashil, 2) Istitsnaa’ Munqothi’.
1)      Istitsnaa’ Muttashil
Ististnaa’ Muttashil ialah :   مَاكَانَ مِنْ جِنْسِ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ   “Istitsnaa’,dimana Mustatsnaa’ termasuk dalam jenisnya Mustatsnaa’ minhu”. Seperti contoh :      جَاءَالْمُسَافِرُوْنَ اِلاَّسَعِيْدًا “para musafir datang , kecuali Said”. Pada contoh tersebut ,Said sebenarnya termasuk golongan musafir.
فالاستثناءُ المتصلُ يُفيدُ التخصيصَ بعد التعميم،لأنه استثناء من الجنس.
“Ististnaa’ muttashil mempunyai faidah  khusus setelah keumumannya,karena merupakan istitsnaa’ dalam jenisnya .”
2)      Ististnaa’ Munqothi’
Ististnaa’ Munqothi’ ialah :  لَيْسَ مِنْ جِنْسِ مَا أُسْتُثْنِيَ مِنْهُ  مَا      “Ististnaa’ , dimana Mustastnaa’ bukan jenis dari mustastnaa’ minhu”. Seperti contoh :   اِحْتَرَقَتِ الدَّارُ اِلاَّالْكُتُبَ    “Rumah itu terbakar,kecuali buku-buku”.Pada contoh tersebut buku bukan termasuk bagian dari rumah.
والا ستثناءُ المنقطعُ يُفيدُ الاستدراك لاالتّخصيص،لأنه استثناءُ من غير الجنس.
“Istitsnaa’ munqothi’ mempunyai faidah membatasi kekhususannya,karena merupakan ististnaa’ selain dari jenisnya.”
3.       حكم المستثنى بالاالمتصل و المنقطع
A.     حكم المستثنى بالاالمتصل
Hukum Mustatsnaa’  dengan menggunakan اِلاَّ   Muttashil ,terjadi pada tiga tempat :
1)      Wajib dibaca Nashob (يَجِبُ نَصْبِ)
Mustastnaa’ dengan menggunakan   اِلاَّ    wajib dibaca nashob , apabila :
a.       Berada dalam Kalam Taam Muujab
Pengertian Kalaam Taam disini ialah :   أَنْ يَكُوْنَ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ مَذْكُوْرًا فِى الْكَلاَمِ      “ Kalam yang menuturkan Mustastnaa’ minhu. ”  Sedangkan pengertian Kalaam muujab disini ialah :   أَنْ يَكُوْنَ الْكَلاَمُ مُثْبَتًا غَيْرَ مَنْفِيّ “Kalam yang ditetapkan dan tidak di nafikan.” Seperti contoh :التَّلاَمِيْذُ اِلاَّالْكَسُوْلَ يَنْجَحُ    “Para murid akan berhasil,kecuali pemalas”.  Lafadh :    الْكَسُوْلَ   dibaca nashob , ditandai fathah sebagai Mustastnaa’ yang berada setelah Kalam Taam Mujaab,yaitu lafadh : التَّلاَمِيْذُ  يَنْجَحُ  .‘Amil yang menashobkan adalah :  اِلاَّ .Lafadh  :    التَّلاَمِيْذُ   kedudukannya sebagai Mustastnaa’ minhu.
b.      Berada setelah Kalaam Taam Manfi atau Syibh Nafii,namun Mustastnaa’ mendahului Mustastnaa’ minhunya.
Seperti contoh :     جَاءَ اِلاَّسَلِيْمًا اَحَدٌمَا    “Tidak ada seorang pun yang datang , kecuali Salim”. Lafadh: سَلِيْمًا dibaca nashob sebagai Mustatsnaa’ yang mendahului Mustastsnaa’ minhunya dan berada setelah Kalaam Taam Manfi.’Amil yang menashobkan adalah :  اِلاَّ.
2)      Istitsnaa’ Dua Wajah (الاِسْتِثْنَاءُ الوَجْهَانِ)
Mustastnaa’ dengan menggunakan   اِلاَّ  apabila berada setelah Kalaam Taam Manfii atau Syibh Nafi,maka di perbolehkan dua wajah yaitu :
1.      Menurut pendapat yang kuat di tarkib menjadi Badal.
2.      Menurut pendapat yang lemah di baca nashob sebagai Mustastnaa’.
Seperti contoh : جَاءَ الْقَوْمُ اِلاَّعَلِيٌّ/اِلاَّعَلِيًّامَا   “Kaum itu tidak ada yang datang,kecuali Ali”.
Lafadh :  اِلاَّعَلِيٌّ  menurut wajah pertama dibaca rofa’ menjadi badal dari lafadh  :  الْقَوْمُ  , karena berada setelah kalaam Taam Manfi,yaitu lafadh :  جَاءَ الْقَوْمُمَا . Lafadh : اِلاَّعَلِيًّا  menurut wajah kedua di baca nashob sebagai Mustastnaa’, karena berada setelah Kalaam Taam Manfi yaitu lafadh :  جَاءَ الْقَوْمُمَا. Lafadh : الْقَوْمُ  kedudukannya sebagai Mustastnaa minhu.
Berada setelah Syibh Naafi,seperti contoh :     لاَيَقُمْ أَحَدٌ اِلاَّسَعِيْدٌ / اِلاَّسَعِيْدًا “Seorangpun jangan berdiri,kecuali Said”.Lafadh  اِلاَّسَعِيْد  menurut wajah pertama dibaca Rofa’ ditarkib sebagai Badal dari lafadh  أَحَدٌ  , karena berada setelah Kaalam Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh :  لاَيَقُمْ أَحَدٌ  . Lafadh : اِلاَّسَعِيْدًا  menurut wajah kedua dibaca Nashob sebagai Mustastnaa’ , karena berada setelah Kaalam Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh :  لاَيَقُمْ أَحَدٌ   . Lafadh : أَحَدٌ  kedudukannya sebagai Mustastnaa’ minhu.
هَلْ فَعَلَ أَحَدٌ هَذا اِلاَّ أَنْتَ / اِلاَّ اِيَّاكَ   “Adakah seseorang melakukan perbuatan ini,selain kamu”.  Lafadh :  اِلاَّ أَنْتَ   menurut wajah pertama dibaca Rofa’ sebagai Badal dari lafadh :  أَحَدٌ   , karena berada setelah Kaalam Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh :  هَلْ فَعَلَ أَحَدٌ  .  Lafadh :  اِلاَّ اِيَّاكَ  menurut wajah kedua dibaca Nashob sebagai Mustastnaa’ , karena berada setelah Kaalam Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh :  هَلْ فَعَلَ أَحَدٌ  . Lafadh   أَحَدٌ    kedudukannya sebagai Mustastnaa’ minhu.
3)      Istitsnaa’ Mufarrogh
Istitsnaa’ Mufarrogh yaitu ististna yang maknanya hanya tercurah kepada mustatsnaa’ dimana   اِلاَّ  tidak berfungsi  sama sekali  karena terletak setelah Kaalam Naaqish baik Maanfi atau Syibh Nafi’ , maka yang beramal adalah ‘Amil sebelum اِلاَّ  .
Pengertian Kaalam Naqis disini ialah : Kaalam yang tidak menuturkan Mustastnaa’minhu.Seperti contoh :
ü  جَاءَ اِلاَّ عَلِيٌّمَا    “Tidak datang kecuali Ali”. Lafadh :  عَلِيٌّ  dibaca rofa’ karena menjadi fa’il جَاءَ , rofa’nya ditandai dhomah. Perangkat Ististnaa’ :  اِلاَّ   tidak beramal sama sekali , karena berada setelah Kaalam Naqish yang di nafi’kan , yaitu lafadh  :  جَاءَ مَا .
ü مَا رَأَيْتُ اِلاَّعَلِيًّا  “Aku tidak melihat kecuali Ali”. Lafadh : اِلاَّعَلِيًّا   dibaca nashob karena menjadi Maf’ul nya مَا رَأَيْتُ , nashobnya ditandai fathah.Perangkat ististna’ : اِلاَّ   sama sekali tidak beramal , karena berada setelah Kaalam Naaqish yang di naafi’ kan,yaitu lafadh : مَا رَأَيْتُ .
ü مَرَرْتُ اِلاَّ بِعَلِيّمَا  “Aku tidak lewat kecuali bertemu Ali”.Lafadh :     عَلِيّdijar kan oleh huruf Baa’ ditandai kasroh .Perangkat ististnaa’ : اِلاَّ   tidak beramal sama sekali , karena berada setelah Kaalam Naaqish yang di Nafi’ kan , yaitu lafadh : مَرَرْتُ مَا  .
ü وَلاَتَقُوْلُوْا عَلَى اللَّهِ اِلاَّ اْلحَقَّ    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar”. Lafadh : اْلحَقَّ    dibaca nashob karena menjadi Maf’ul nya  وَلاَتَقُوْلُوْا   , nashobnya di tandai fathah . Perangkat ististnaa’ : اِلاَّ   sama sekali tidak beramal , karena berada setelah Kaalam Naaqish yang menyerupai nafi’ (syibh naafi’) , yaitu lafadh : وَلاَتَقُوْلُوْا   .
B.     حكم المستثنى بالاالمنقطع
Mustastnaa’ yang dikecualikan dengan اِلاَّ   apabila tidak sejenis dengan Mustastnaa minhu nya disebut dengan al-Ististnaa al-Munqothi, mengenai hukumnya dibaca Nashob apabila berada setelah Kaalam Taam muujab. Seperti contoh :
جَاءَ الْمُسَافِرُوْنَ اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ   “Telah datang para musafir kecuali barang-barang mereka”. Lafadh : اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ  dibaca nashob termasuk Mustastnaa al-Munqothi karena أَمْتِعَة  (Barang-barang) tidak tercakup dalam jenisnya :  الْمُسَافِرُوْنَ   (para musafir). Lafadh :   اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ   berada setelah Kaalam Taam muujab , yaitu lafadh :  جَاءَ الْمُسَافِرُوْنَ .
Dan jika berada setelah Kaalam Taam manfi , maka boleh dua wajah :
1.      Menurut pendapat yang kuat , dibaca nashob sebagai Mustastnaa.
2.      Menurut pendapat yang lemah , di tarkib menjadi Badal.
مَاجَاءَ الْمُسَافِرُوْنَ اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ/اِلاَّ أَمْتِعَتُهُمْ    “Tidak datang para musafir , kecuali barang-barang mereka”. Lafadh  : أَمْتِعَتَهُمْ   اِلاَّ   boleh dibaca nashob sebagai Mustastnaa al-Munqothi’ karena أَمْتِعَة  (Barang-barang) itu tidak tercakup dalam jenisnya : الْمُسَافِرُوْنَ   (para musafir). Lafadh :  اِلاَّ أَمْتِعَتُهُمْ juga boleh dibaca rofa’ menjadi Badal dari lafadh : الْمُسَافِرُوْنَ   . Lafadh  : اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ/اِلاَّ أَمْتِعَتُهُمْ   berada setelah Kaalam Taam manfi , yaitu lafadh :  مَاجَاءَ الْمُسَافِرُوْنَ.
Mustatsnaa’ Dibaca Jarr
     Lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan menggunakan perangkat ististnaa’ :  غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ،خَلاَ،عَدَا،حَاشَا    itu dibaca Jaar.Seperti contoh :  جَاءَالْقَوْمُ غَيْرَخَالِدٍ “Kaum itu datang kecuali Kholid”.  Lafadh :  خَالِدٍ   dibaca Jaar dengan sebab idhofah (menjadi Mudhof ilaih) , ditandai kasroh. Dan perangkat istitsnaa’ lainnya.
     Adapun     غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ itu hukumnya sama dengan lafadh yang berada setelah  اِلاَّ ,yaitu :
A.     Wajib dibaca nashob , jika berada stelah Kaalam Taam Muujab.
Seperti contoh :
ü جَاءَ الْقَوْمُ غَيْرَ خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سِوَى خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سُوَى خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سَوَاءَ خَالِدٍ
Lafadh :  غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ dibaca nashob karena berada setelah Kaalam Taam Muujab,yaitu lafadh : جَاءَ الْقَوْمُ.
B.     Diperbolehkan dua wajah jika berada setelah Kaalam Taam Manfi’ atau Syibh Nafi’, yaitu :
1.      Menurut pendapat yang lemah (dhoif) dibaca nashob di samakan dengan lafadh yang dikecualikan dengan اِلاَّ.
2.      Menurut pendapat yang kuat (al-Arjah) ditarkib menjadi Badal.
Seperti contoh :
ü  الْقَوْمُ غَيْرَ خَالِدٍ مَاجَاءَ        Lafadh : غَيْرَ   dibaca nashob disamakan dengan lafadh yang dikecualikan dengan اِلاَّ   yang berada setelah Kaalam Taam Manfi’,nashobnya ditandai fathah.
ü  الْقَوْمُ غَيْرُ خَالِدٍ مَاجَاءَ        Lafadh : غَيْرُ  dibaca rofa’ menjadi badal dari lafadh :  الْقَوْمُ , rofa’nya ditandai dhomah.
C.     Apabila Mustastnaa’ tidak sejenis dengan Mustatsnaa’ minhu (al-Ististnaa’ al-Munqothi),maka wajib dibaca nashob.
Seperti contoh اِحْتَرَقَتِ الدَّارُ غَيْرَ الْكُتُبُ:   “Rumah itu terbakar , kecuali buku-buku”. Lafadh : غَيْرَ dibaca nashob karena merupakan al-Ististnaa’ al-Munqothi’ , nashobnya ditandai fathah.
D.     Apabila berada setelah Kalaam Naaqish Manfi’ atau Syibh Nafi’ , maka i’rob nya disesuaikan tuntutan ‘amil sebelumnya.
Seperti contoh :
ü  مَا جَاءَ غَيْرُ خَالِدٍ “Tidak ada yang datang kecuali Kholid”.Lafadh : غَيْرُ  dirofa’kan oleh ‘amil sebelumnya , yaitu lafadh : مَا جَاءَ ,karena berada setelah Kaalam Naqish yang di Nafi’kan , rofa’nya ditandai dhomah.
ü  مَا رَأَيْتُ غَيْرَ خَالِدٍ  “Aku tidak melihat kecuali Kholid”. Lafadh : غَيْرَ  dinashobkan oleh ‘amil sebelumnya,yaitu lafadh : مَا رَأَيْتُ ,karena berada setelah Kalaam Naaqish yang di nafi’kan , nashobnya ditandai fathah.
ü  مَا مَرَرْتُ بِغَيْرِ خَالِدٍ   “Aku tak lewat kecuali berjumpa Kholid”. Lafadh : غَيْرِ di jaar kan oleh ‘amil sebelumnya , yaitu huruf ba’ , karena berada setelah Kalaam Naqish yang di nafi’kan,jaar nya ditandai kasroh.
Adapun lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan خَلاَ،عَدَا،حَاشَا itu diperbolehkan dua wajah :
A.     Dibaca nashob karena menjadi maaf’ul bih nya خَلاَ،عَدَا،حَاشَا . Karena خَلاَ،عَدَا،حَاشَا dianggap sebagai fi’il maadhi.
Seperti contoh :
ü  صَلَّى الْقَوْمُ خَلاَ زَيْدًا  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü  صَلَّى الْقَوْمُ عَدَا زَيْدًا  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü  صَلَّى الْقَوْمُ حَاشَا زَيْدًا  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
Lafadh : زَيْدًا  pada contoh-contoh diatas dibaca nashob menjadi maf’ul bih bagi : خَلاَ،عَدَا،حَاشَا.
B.     Dibaca jaar,karena خَلاَ،عَدَا،حَاشَا itu di anggap sebagai huruf jaar.
Seperti contoh :

ü  صَلَّى الْقَوْمُ خَلاَ زَيْدٍ  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü  صَلَّى الْقَوْمُ عَدَا زَيْدٍ  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü  صَلَّى الْقَوْمُ حَاشَا زَيْدٍ  “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
Namun,apabila خَلاَ،عَدَا،حَاشَا tersebut bersamaan dengan مَا   al-Mashdariyyah (مَاخَلاَ ، مَاعَدَا ،مَاعَدَا) , maka hanya diperbolehkan satu wajah saja,yaitu dibaca nashob menjadi maf’ul bih.Karena ketika bersamaan مَا   al-Mashdariyyah merupakan kalimah fi’il (fi’il maadhi).Seperti contoh :  قَامَ الْقَوْمُ مَا خَلاَ زَيْدًا “Kaum itu berdiri,selain Zaid”. Lafadh : زَيْدًا pada contoh tersebut dibaca nashob menjadi Maf’ul bih nya : مَا خَلاَ.
Adapun lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan menggunakan perangkat ististnaa’ :لَايَكُوْنُdan  لَيْسَ itu selalu dibaca nashob , karena menjadi Khobarnya لَايَكُوْنُ dan  لَيْسَ .Seperti contoh : Rosulullah SAW bersabda :مَا اَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوْا لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ  
“Apa saja yang mengalirkan darah bersamaan menyebut nama Allah atasnya,maka makanlah!selain menggunakan gigi dan kuku”.
Lafadh : السِّنَّ  pada contoh diatas merupakan Mustastnaa’ yang dikecualikan dengan perangkat istitsnaa’: لَيْسَ.  Lafadh : السِّنَّ  dibaca nashob karena menjadi khobar : لَيْسَ. Lafadh : الظُّفْرَ   dibaca nashob karena di’athafkan pada lafadh : السِّنَّ  dengan perantaraan huruf ‘athaf Wawu,nashobnya ditandai fathah.
اُئْتُوْنِى لاَ يَكُوْنُ زَيْدًا    “Datanglah kalian kepadaku,selain Zaid”. Lafadh : زَيْدًا    pada contoh tersebut merupakan Mustatsnaa’ yang dikeculikan dengan perangkat ististnaa’ : لاَ يَكُوْنُ. Lafadh : زَيْدًا    dibaca nashob karena menjadi khobarnya لاَ يَكُوْنُ, nashobnya ditandai fathah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar