المستثنى
ب "الا" :
تعريف
الاستثناء
...........................................................1
اقسام
المستثنى (متصل , منقطع) وفائدتهما ....................................2
حكم
المستثنى ب"الا" المتصل وحكم المستثنى ب"الا" المنقطع فى
الاعراب ........3
1.
تعريف الاستثناء
Istitsnaa’
menurut istilah ialah :
اِخْرَاجُ
مَا بَعْدَ اِلَّا أَوْ اِحْدَى أَخَوَاتِهَا مِنْ اَدَوَاتِ اْلاِسْتِثْنَاءِ
مِنْ حُكْمِ مَا قَبْلَهُ
“Mengeluarkan lafadh setelah اِلَّا atau salah satu
kawan-kawannya , yakni lafadh-lafadh yang digunakan untuk ististnaa’ , dari
ketetapan hukum hukum sebelumnya”.
Seperti contoh
: جَاءَ التَّلاَمِيْذُ اِلاَّ عَلِيًّا “Telah datang murid-murid itu,kecuali Ali”. Pada contoh
tersebut Ali di keluarkan dari hukum “Datang” yang ditetapkan untuk “Murid-murid”.
Lafadh عَلِيًّا disebut al-Mustastnaa’
(Lafadh yang dikeluarkan /dikecualikan). Lafadh التَّلاَمِيْذُ disebut al-Mustastnaa’
minhu (Lafadh yang dikecualikan darinya). Lafadh اِلاَّ disebut Adaah
al-Ististnaa’ (Perangkat Ististnaa’). Perangkat Ististnaa’ (أَدوَاتُ الاِسْتِثْنَاء)itu ada delapan
, yaitu : اِلاَّ,غَيْرُ,سِوًى,سُوًى,سَوَاءَ,خَلاَ,عَدَا,حَاشَا,لَيْسَ
و لاَيَكُوْنُ
2.
اقسام
المستثنى
Istitsnaa’ itu
terbagi menjadi dua macam,yaitu : 1) Istitsnaa’ Muttashil, 2) Istitsnaa’
Munqothi’.
1)
Istitsnaa’ Muttashil
Ististnaa’
Muttashil ialah : مَاكَانَ
مِنْ جِنْسِ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ “Istitsnaa’,dimana
Mustatsnaa’ termasuk dalam jenisnya Mustatsnaa’ minhu”. Seperti contoh
: جَاءَالْمُسَافِرُوْنَ
اِلاَّسَعِيْدًا
“para
musafir datang , kecuali Said”. Pada contoh tersebut ,Said sebenarnya termasuk
golongan musafir.
فالاستثناءُ
المتصلُ يُفيدُ التخصيصَ بعد التعميم،لأنه استثناء من الجنس.
“Ististnaa’ muttashil mempunyai faidah khusus setelah keumumannya,karena merupakan
istitsnaa’ dalam jenisnya .”
2)
Ististnaa’ Munqothi’
Ististnaa’
Munqothi’ ialah : لَيْسَ
مِنْ جِنْسِ مَا أُسْتُثْنِيَ مِنْهُ مَا “Ististnaa’ ,
dimana Mustastnaa’ bukan jenis dari mustastnaa’ minhu”. Seperti contoh : اِحْتَرَقَتِ
الدَّارُ اِلاَّالْكُتُبَ “Rumah itu terbakar,kecuali buku-buku”.Pada contoh
tersebut buku bukan termasuk bagian dari rumah.
والا
ستثناءُ المنقطعُ يُفيدُ الاستدراك لاالتّخصيص،لأنه استثناءُ من غير الجنس.
“Istitsnaa’ munqothi’ mempunyai faidah membatasi
kekhususannya,karena merupakan ististnaa’ selain dari jenisnya.”
3.
حكم
المستثنى بالاالمتصل و المنقطع
A.
حكم
المستثنى بالاالمتصل
Hukum Mustatsnaa’
dengan menggunakan اِلاَّ Muttashil ,terjadi pada tiga
tempat :
1)
Wajib dibaca Nashob (يَجِبُ نَصْبِ)
Mustastnaa’
dengan menggunakan اِلاَّ wajib dibaca
nashob , apabila :
a.
Berada dalam Kalam Taam Muujab
Pengertian Kalaam Taam disini
ialah : أَنْ
يَكُوْنَ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ مَذْكُوْرًا فِى الْكَلاَمِ “ Kalam yang menuturkan Mustastnaa’ minhu. ” Sedangkan pengertian Kalaam muujab
disini ialah : أَنْ
يَكُوْنَ الْكَلاَمُ مُثْبَتًا غَيْرَ مَنْفِيّ “Kalam yang ditetapkan dan tidak di nafikan.” Seperti contoh
:التَّلاَمِيْذُ اِلاَّالْكَسُوْلَ يَنْجَحُ “Para murid akan
berhasil,kecuali pemalas”. Lafadh
: الْكَسُوْلَ dibaca nashob
, ditandai fathah sebagai Mustastnaa’ yang berada setelah Kalam
Taam Mujaab,yaitu lafadh : التَّلاَمِيْذُ يَنْجَحُ .‘Amil
yang menashobkan adalah : اِلاَّ
.Lafadh : التَّلاَمِيْذُ kedudukannya
sebagai Mustastnaa’ minhu.
b.
Berada setelah Kalaam Taam Manfi atau
Syibh Nafii,namun Mustastnaa’ mendahului Mustastnaa’
minhunya.
Seperti contoh
: جَاءَ
اِلاَّسَلِيْمًا اَحَدٌمَا “Tidak ada seorang pun yang datang , kecuali
Salim”. Lafadh: سَلِيْمًا dibaca nashob sebagai Mustatsnaa’ yang mendahului Mustastsnaa’
minhunya dan berada setelah Kalaam Taam Manfi.’Amil
yang menashobkan adalah : اِلاَّ.
2)
Istitsnaa’ Dua Wajah (الاِسْتِثْنَاءُ
الوَجْهَانِ)
Mustastnaa’
dengan menggunakan اِلاَّ apabila berada
setelah Kalaam Taam Manfii atau Syibh
Nafi,maka di perbolehkan dua wajah yaitu :
1.
Menurut pendapat yang kuat di tarkib
menjadi Badal.
2.
Menurut pendapat yang lemah di baca nashob
sebagai Mustastnaa’.
Seperti contoh
: جَاءَ الْقَوْمُ
اِلاَّعَلِيٌّ/اِلاَّعَلِيًّامَا “Kaum itu tidak ada yang datang,kecuali
Ali”.
Lafadh : اِلاَّعَلِيٌّ menurut wajah pertama
dibaca rofa’ menjadi badal dari lafadh : الْقَوْمُ , karena berada setelah kalaam
Taam Manfi,yaitu lafadh : جَاءَ
الْقَوْمُمَا . Lafadh : اِلاَّعَلِيًّا menurut wajah
kedua di baca nashob sebagai Mustastnaa’, karena berada
setelah Kalaam Taam Manfi yaitu lafadh : جَاءَ
الْقَوْمُمَا. Lafadh : الْقَوْمُ kedudukannya sebagai Mustastnaa
minhu.
Berada setelah Syibh
Naafi,seperti contoh : لاَيَقُمْ
أَحَدٌ اِلاَّسَعِيْدٌ / اِلاَّسَعِيْدًا
“Seorangpun
jangan berdiri,kecuali Said”.Lafadh اِلاَّسَعِيْد menurut wajah pertama
dibaca Rofa’ ditarkib sebagai Badal dari lafadh أَحَدٌ , karena berada setelah Kaalam
Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh : لاَيَقُمْ
أَحَدٌ . Lafadh : اِلاَّسَعِيْدًا menurut wajah kedua
dibaca Nashob sebagai Mustastnaa’ , karena berada setelah Kaalam
Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh : لاَيَقُمْ
أَحَدٌ . Lafadh : أَحَدٌ kedudukannya sebagai Mustastnaa’
minhu.
هَلْ
فَعَلَ أَحَدٌ هَذا اِلاَّ أَنْتَ / اِلاَّ اِيَّاكَ “Adakah seseorang melakukan perbuatan ini,selain
kamu”. Lafadh : اِلاَّ
أَنْتَ menurut wajah pertama dibaca Rofa’
sebagai Badal dari lafadh : أَحَدٌ , karena berada setelah Kaalam
Taam Syibh Naafi’ , yaitu lafadh : هَلْ
فَعَلَ أَحَدٌ .
Lafadh : اِلاَّ
اِيَّاكَ
menurut wajah kedua dibaca Nashob sebagai Mustastnaa’
, karena berada setelah Kaalam Taam Syibh Naafi’ ,
yaitu lafadh : هَلْ
فَعَلَ أَحَدٌ . Lafadh
أَحَدٌ kedudukannya sebagai Mustastnaa’
minhu.
3)
Istitsnaa’ Mufarrogh
Istitsnaa’ Mufarrogh
yaitu ististna yang maknanya hanya tercurah kepada mustatsnaa’ dimana اِلاَّ tidak berfungsi sama sekali karena terletak setelah Kaalam Naaqish
baik Maanfi atau Syibh Nafi’ , maka yang beramal adalah ‘Amil
sebelum اِلاَّ .
Pengertian Kaalam
Naqis disini ialah : Kaalam yang tidak menuturkan
Mustastnaa’minhu.Seperti contoh :
ü جَاءَ اِلاَّ عَلِيٌّمَا “Tidak datang kecuali
Ali”. Lafadh : عَلِيٌّ dibaca rofa’
karena menjadi fa’il جَاءَ , rofa’nya ditandai dhomah. Perangkat Ististnaa’ : اِلاَّ tidak beramal sama sekali , karena berada setelah
Kaalam Naqish yang di nafi’kan , yaitu lafadh : جَاءَ مَا .
ü مَا رَأَيْتُ اِلاَّعَلِيًّا “Aku tidak
melihat kecuali Ali”. Lafadh : اِلاَّعَلِيًّا dibaca nashob karena menjadi Maf’ul
nya مَا رَأَيْتُ , nashobnya ditandai fathah.Perangkat ististna’ : اِلاَّ sama sekali tidak beramal , karena berada
setelah Kaalam Naaqish yang di naafi’ kan,yaitu
lafadh : مَا رَأَيْتُ .
ü مَرَرْتُ اِلاَّ بِعَلِيّمَا “Aku tidak
lewat kecuali bertemu Ali”.Lafadh : عَلِيّdijar kan oleh huruf
Baa’ ditandai kasroh .Perangkat ististnaa’ : اِلاَّ tidak beramal sama sekali , karena berada
setelah Kaalam Naaqish yang di Nafi’ kan , yaitu lafadh : مَرَرْتُ مَا .
ü وَلاَتَقُوْلُوْا عَلَى اللَّهِ
اِلاَّ اْلحَقَّ “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
Allah kecuali yang benar”. Lafadh : اْلحَقَّ dibaca nashob
karena menjadi Maf’ul nya وَلاَتَقُوْلُوْا , nashobnya di tandai fathah
. Perangkat ististnaa’ : اِلاَّ sama sekali tidak beramal , karena berada
setelah Kaalam Naaqish yang menyerupai nafi’ (syibh naafi’)
, yaitu lafadh : وَلاَتَقُوْلُوْا .
B.
حكم
المستثنى بالاالمنقطع
Mustastnaa’
yang dikecualikan dengan اِلاَّ apabila tidak sejenis dengan Mustastnaa minhu
nya disebut dengan al-Ististnaa al-Munqothi, mengenai hukumnya
dibaca Nashob apabila berada setelah Kaalam Taam muujab.
Seperti contoh :
جَاءَ
الْمُسَافِرُوْنَ اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ
“Telah datang para musafir kecuali barang-barang mereka”. Lafadh : اِلاَّ
أَمْتِعَتَهُمْ dibaca nashob termasuk Mustastnaa
al-Munqothi karena أَمْتِعَة (Barang-barang) tidak
tercakup dalam jenisnya : الْمُسَافِرُوْنَ (para musafir). Lafadh
: اِلاَّ
أَمْتِعَتَهُمْ berada setelah Kaalam Taam muujab
, yaitu lafadh : جَاءَ
الْمُسَافِرُوْنَ .
Dan jika berada
setelah Kaalam Taam manfi , maka boleh dua wajah :
1.
Menurut pendapat yang kuat , dibaca nashob
sebagai Mustastnaa.
2.
Menurut pendapat yang lemah , di
tarkib menjadi Badal.
مَاجَاءَ
الْمُسَافِرُوْنَ اِلاَّ أَمْتِعَتَهُمْ/اِلاَّ أَمْتِعَتُهُمْ “Tidak datang para musafir , kecuali
barang-barang mereka”. Lafadh : أَمْتِعَتَهُمْ اِلاَّ boleh dibaca nashob
sebagai Mustastnaa al-Munqothi’ karena أَمْتِعَة (Barang-barang)
itu tidak tercakup dalam jenisnya : الْمُسَافِرُوْنَ (para musafir). Lafadh : اِلاَّ
أَمْتِعَتُهُمْ juga boleh
dibaca rofa’ menjadi Badal dari lafadh : الْمُسَافِرُوْنَ . Lafadh : اِلاَّ
أَمْتِعَتَهُمْ/اِلاَّ أَمْتِعَتُهُمْ
berada setelah Kaalam Taam manfi
, yaitu lafadh : مَاجَاءَ
الْمُسَافِرُوْنَ.
Mustatsnaa’ Dibaca Jarr
Lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan menggunakan perangkat
ististnaa’ : غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ،خَلاَ،عَدَا،حَاشَا itu dibaca Jaar.Seperti
contoh : جَاءَالْقَوْمُ
غَيْرَخَالِدٍ “Kaum itu datang kecuali Kholid”. Lafadh :
خَالِدٍ dibaca Jaar dengan sebab idhofah (menjadi Mudhof
ilaih) , ditandai kasroh. Dan perangkat istitsnaa’ lainnya.
Adapun غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ itu hukumnya sama dengan lafadh yang berada setelah اِلاَّ ,yaitu :
A.
Wajib dibaca nashob , jika
berada stelah Kaalam Taam Muujab.
Seperti contoh
:
ü جَاءَ الْقَوْمُ غَيْرَ خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سِوَى خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سُوَى خَالِدٍ
ü جَاءَ الْقَوْمُ سَوَاءَ خَالِدٍ
Lafadh : غَيْرَ،سِوَى،سُوَى،سَوَاءَ dibaca nashob karena berada setelah Kaalam Taam
Muujab,yaitu lafadh : جَاءَ الْقَوْمُ.
B. Diperbolehkan
dua wajah jika berada setelah Kaalam Taam Manfi’ atau Syibh Nafi’, yaitu :
1.
Menurut pendapat yang lemah (dhoif)
dibaca nashob di samakan dengan lafadh yang dikecualikan dengan اِلاَّ.
2.
Menurut pendapat yang kuat
(al-Arjah) ditarkib menjadi Badal.
Seperti contoh
:
ü
الْقَوْمُ
غَيْرَ خَالِدٍ مَاجَاءَ Lafadh : غَيْرَ dibaca nashob disamakan dengan lafadh yang dikecualikan
dengan اِلاَّ yang berada setelah Kaalam Taam Manfi’,nashobnya ditandai fathah.
ü
الْقَوْمُ
غَيْرُ خَالِدٍ مَاجَاءَ Lafadh : غَيْرُ dibaca rofa’ menjadi badal
dari lafadh : الْقَوْمُ , rofa’nya ditandai dhomah.
C.
Apabila Mustastnaa’ tidak sejenis
dengan Mustatsnaa’ minhu (al-Ististnaa’ al-Munqothi),maka wajib dibaca nashob.
Seperti contoh اِحْتَرَقَتِ
الدَّارُ غَيْرَ الْكُتُبُ: “Rumah itu terbakar , kecuali buku-buku”. Lafadh : غَيْرَ dibaca nashob karena merupakan al-Ististnaa’ al-Munqothi’ ,
nashobnya ditandai fathah.
D.
Apabila berada setelah Kalaam
Naaqish Manfi’ atau Syibh Nafi’ , maka i’rob nya disesuaikan tuntutan ‘amil
sebelumnya.
Seperti contoh :
ü
مَا
جَاءَ غَيْرُ خَالِدٍ “Tidak ada yang
datang kecuali Kholid”.Lafadh : غَيْرُ dirofa’kan oleh ‘amil
sebelumnya , yaitu lafadh : مَا جَاءَ ,karena berada setelah Kaalam Naqish yang di Nafi’kan , rofa’nya
ditandai dhomah.
ü
مَا
رَأَيْتُ غَيْرَ خَالِدٍ “Aku tidak melihat kecuali Kholid”. Lafadh : غَيْرَ dinashobkan
oleh ‘amil sebelumnya,yaitu lafadh : مَا
رَأَيْتُ ,karena berada setelah Kalaam Naaqish yang di nafi’kan , nashobnya
ditandai fathah.
ü مَا مَرَرْتُ بِغَيْرِ خَالِدٍ “Aku tak lewat kecuali berjumpa Kholid”. Lafadh : غَيْرِ
di jaar
kan oleh ‘amil sebelumnya , yaitu huruf ba’ , karena berada setelah
Kalaam Naqish yang di nafi’kan,jaar nya ditandai kasroh.
Adapun
lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan خَلاَ،عَدَا،حَاشَا
itu
diperbolehkan dua wajah :
A.
Dibaca nashob karena menjadi maaf’ul
bih nya خَلاَ،عَدَا،حَاشَا . Karena خَلاَ،عَدَا،حَاشَا dianggap sebagai fi’il maadhi.
Seperti contoh
:
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ خَلاَ زَيْدًا “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ عَدَا زَيْدًا “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ حَاشَا زَيْدًا “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
Lafadh : زَيْدًا pada
contoh-contoh diatas dibaca nashob menjadi maf’ul bih bagi
: خَلاَ،عَدَا،حَاشَا.
B.
Dibaca jaar,karena خَلاَ،عَدَا،حَاشَا itu di anggap sebagai huruf jaar.
Seperti contoh
:
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ خَلاَ زَيْدٍ “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ عَدَا زَيْدٍ “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
ü
صَلَّى
الْقَوْمُ حَاشَا زَيْدٍ “Kaum itu mengerjakan sholat,selain Zaid”.
Namun,apabila خَلاَ،عَدَا،حَاشَا tersebut bersamaan dengan مَا al-Mashdariyyah (مَاخَلاَ ، مَاعَدَا ،مَاعَدَا)
,
maka hanya diperbolehkan satu wajah saja,yaitu dibaca nashob menjadi maf’ul
bih.Karena ketika bersamaan مَا al-Mashdariyyah merupakan kalimah fi’il (fi’il
maadhi).Seperti contoh : قَامَ الْقَوْمُ مَا خَلاَ
زَيْدًا
“Kaum itu berdiri,selain Zaid”. Lafadh : زَيْدًا pada contoh tersebut dibaca nashob menjadi Maf’ul bih
nya : مَا خَلاَ.
Adapun
lafadh-lafadh yang dikecualikan dengan menggunakan perangkat ististnaa’ :لَايَكُوْنُdan لَيْسَ
itu
selalu dibaca nashob , karena menjadi Khobarnya لَايَكُوْنُ dan لَيْسَ .Seperti contoh : Rosulullah SAW bersabda :مَا
اَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوْا لَيْسَ السِّنَّ
وَالظُّفْرَ
“Apa saja yang
mengalirkan darah bersamaan menyebut nama Allah atasnya,maka makanlah!selain
menggunakan gigi dan kuku”.
Lafadh : السِّنَّ pada contoh diatas merupakan
Mustastnaa’ yang dikecualikan dengan perangkat istitsnaa’: لَيْسَ. Lafadh : السِّنَّ dibaca nashob karena
menjadi khobar : لَيْسَ. Lafadh : الظُّفْرَ dibaca nashob karena di’athafkan pada lafadh : السِّنَّ dengan perantaraan huruf ‘athaf
Wawu,nashobnya ditandai fathah.
اُئْتُوْنِى
لاَ يَكُوْنُ زَيْدًا “Datanglah kalian kepadaku,selain Zaid”.
Lafadh : زَيْدًا pada contoh tersebut
merupakan Mustatsnaa’ yang dikeculikan dengan perangkat ististnaa’ : لاَ
يَكُوْنُ. Lafadh : زَيْدًا dibaca nashob karena menjadi khobarnya
لاَ يَكُوْنُ, nashobnya
ditandai fathah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar